Wednesday, 24 October 2012

Hikmah dan keutamaan qurban idul adha


Photo: 7 hikmah dan keutamaan qurban idul adha

Sebentar lagi kita akan kedatangan tamu istimewa, Hari Raya ‘Idul Adha, dimana di hari itu dan hari tasyrik dilakukan penyembelihan hewan qurba. Jika Anda belum memutuskan untuk berkurban tahun ini, ada baiknya Anda menyimak hikmah dan keutamaan qurban pada hari-hari tersebut:

1. Kebaikan dari setiap helai bulu hewan kurban

Dari Zaid ibn Arqam, ia berkata atau mereka berkata: “Wahai Rasulullah SAW, apakah qurban itu?” Rasulullah menjawab: “Qurban adalah sunnahnya bapak kalian, Nabi Ibrahim.” Mereka menjawab: “Apa keutamaan yang kami akan peroleh dengan qurban itu?” Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai rambutnya adalah satu kebaikan.”Mereka menjawab: “Kalau bulu-bulunya?”Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai bulunya juga satu kebaikan.” [HR. Ahmad dan ibn Majah]

2. Berkurban adalah ciri keislaman seseorang

Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang mendapati dirinya dalam keadaan lapang, lalu ia tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat Ied kami.” [HR. Ahmad dan Ibnu Majah]

3. Ibadah kurban adalah salah satu ibadah yang paling disukai oleh Allah

Dari Aisyah, Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada amalan anak cucu Adam pada hari raya qurban yang lebih disukai Allah melebihi dari mengucurkan darah (menyembelih hewan qurban), sesungguhnya pada hari kiamat nanti hewan-hewan tersebut akan datang lengkap dengan tanduk-tanduknya, kuku-kukunya, dan bulu- bulunya. Sesungguhnya darahnya akan sampai kepada Allah –sebagai qurban– di manapun hewan itu disembelih sebelum darahnya sampai ke tanah, maka ikhlaskanlah menyembelihnya.” [HR. Ibn Majah dan Tirmidzi. Tirmidzi menyatakan: Hadits ini adalah hasan gharib]

4. Berkurban membawa misi kepedulian pada sesama, menggembirakan kaum dhuafa

“Hari Raya Qurban adalah hari untuk makan, minum dan dzikir kepada Allah” [HR. Muslim]

5. Berkurban adalah ibadah yang paling utama

“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah.” [Qur’an Surat Al Kautsar : 2]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ra sebagaimana dalam Majmu’ Fatawa (16/531-532) ketika menafsirkan ayat kedua surat Al-Kautsar menguraikan : “Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan beliau untuk mengumpulkan dua ibadah yang agung ini yaitu shalat dan menyembelih qurban yang menunjukkan sikap taqarrub, tawadhu’, merasa butuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, husnuzhan, keyakinan yang kuat dan ketenangan hati kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, janji, perintah, serta keutamaan-Nya.”

“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, sembelihanku (kurban), hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” [Qur’an Surat Al An’am : 162]

Beliau juga menegaskan: “Ibadah harta benda yang paling mulia adalah menyembelih qurban, sedangkan ibadah badan yang paling utama adalah shalat…”

6. Berkurban adalah sebagian dari syiar agama Islam

“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)” [Qur’an Surat Al Hajj : 34]

7. Mengenang ujian kecintaan dari Allah kepada Nabi Ibrahim

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” [Qur’an Surat Ash Shaffat : 102 - 107]

















7 hikmah dan keutamaan qurban idul adha

Sebentar lagi kita akan kedatangan tamu istimewa, Hari Raya ‘Idul Adha, dimana di hari itu dan hari tasyrik dilakukan penyembelihan hewan qurba. Jika Anda belum memutuskan untuk berkurban tahun ini,
ada baiknya Anda menyimak hikmah dan keutamaan qurban pada hari-hari tersebut:

1. Kebaikan dari setiap helai bulu hewan kurban

Dari Zaid ibn Arqam, ia berkata atau mereka berkata: “Wahai Rasulullah SAW, apakah qurban itu?” Rasulullah menjawab: “Qurban adalah sunnahnya bapak kalian, Nabi Ibrahim.” Mereka menjawab: “Apa keutamaan yang kami akan peroleh dengan qurban itu?” Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai rambutnya adalah satu kebaikan.”Mereka menjawab: “Kalau bulu-bulunya?”Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai bulunya juga satu kebaikan.” [HR. Ahmad dan ibn Majah]

2. Berkurban adalah ciri keislaman seseorang

Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang mendapati dirinya dalam keadaan lapang, lalu ia tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat Ied kami.” [HR. Ahmad dan Ibnu Majah]

3. Ibadah kurban adalah salah satu ibadah yang paling disukai oleh Allah

Dari Aisyah, Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada amalan anak cucu Adam pada hari raya qurban yang lebih disukai Allah melebihi dari mengucurkan darah (menyembelih hewan qurban), sesungguhnya pada hari kiamat nanti hewan-hewan tersebut akan datang lengkap dengan tanduk-tanduknya, kuku-kukunya, dan bulu- bulunya. Sesungguhnya darahnya akan sampai kepada Allah –sebagai qurban– di manapun hewan itu disembelih sebelum darahnya sampai ke tanah, maka ikhlaskanlah menyembelihnya.” [HR. Ibn Majah dan Tirmidzi. Tirmidzi menyatakan: Hadits ini adalah hasan gharib]

4. Berkurban membawa misi kepedulian pada sesama, menggembirakan kaum dhuafa

“Hari Raya Qurban adalah hari untuk makan, minum dan dzikir kepada Allah” [HR. Muslim]

5. Berkurban adalah ibadah yang paling utama

“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah.” [Qur’an Surat Al Kautsar : 2]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ra sebagaimana dalam Majmu’ Fatawa (16/531-532) ketika menafsirkan ayat kedua surat Al-Kautsar menguraikan : “Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan beliau untuk mengumpulkan dua ibadah yang agung ini yaitu shalat dan menyembelih qurban yang menunjukkan sikap taqarrub, tawadhu’, merasa butuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, husnuzhan, keyakinan yang kuat dan ketenangan hati kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, janji, perintah, serta keutamaan-Nya.”

“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, sembelihanku (kurban), hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” [Qur’an Surat Al An’am : 162]

Beliau juga menegaskan: “Ibadah harta benda yang paling mulia adalah menyembelih qurban, sedangkan ibadah badan yang paling utama adalah shalat…”

6. Berkurban adalah sebagian dari syiar agama Islam

“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)” [Qur’an Surat Al Hajj : 34]

7. Mengenang ujian kecintaan dari Allah kepada Nabi Ibrahim

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” [Qur’an Surat Ash Shaffat : 102 - 107]
<!-- Start Backlink Code Text Back Links Exchange


Puasa sunat hari Arafah 9 Zulhijjah

















"Sahaja aku berpuasa sunat Hari Arafah 9 Zulhijjah kerana ALLAH SWT"


Hari 'Arafah seharusnya menjadi hari peringatan buat semua umat Islam akan musuh sebenar mereka, iaitu iblis yang tidak pernah berputus asa untuk menghasut anak cucu ketu runan Nabi Adam A.S.seperti mana yang telah dirakamkan di dalam Al-Quran yang bermaksud:

 "Iblis berkata, kerana Engkau telah menyesatkan aku, pasti aku akan selalu menghalangi mereka dari jalanMu yang lurus. Kemudian pasti aku akan mendatangi mereka dari hadapan, dari belakang, dari kiri dan dari kanan mereka, dan Engkau tidak aka mendapati kebanyakan mereka bersyukur. (Allah) berfirman, keluarlah kamu dari sana (syurga) dalam keadaan terhina dan terusir! Seungguhnya barangsiapa di antara mereka yang mengikutimu, pasti akan Aku isi neraka Jahannam dengan kamu semua." (Al-A'raf:16-18)


Semoga amalan kita bertambah dari tahun yang telah lalu dan dosa kita diampunkan oleh ALLAH SWT. Gunakanlah segala peluang yang ada demi menambah lagi bekal Akhirat kita sebelum bertemu ALLAH SWT di hari yang tidak ada pertolongan lain selain mereka yang menemui~Nya dalam keadaan hati yang bersih dan selamat daripada kekotoran dosa dan noda..
Text Back Links Exchange

Berhemahlah dalam teguran


Photo: berhemah dlam menegur

”











berhemah dalam menegur
Tiga faktor yang digariskan oleh Islam boleh menjayakan sesuat teguran itu ialah, pertama, tidak merendahkan ego orang yang ditegur, kedua mencari waktu yang tepat dan ketiga memahami kedudukan orang yang ditegur.

Firman Allah dalam surah An-Nahl ayat 125 bermaksud:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.”

Sesungguhnya Rasulullah s.a.w telah mengingatkan bahawa sesuatu kebenaran itu perlu dinyatakan biarpun pahit dan baginda juga menegaskan,
‘‘Siapa sahaja di antara kalian yang melihat kemungkaran, maka tegurlah dengan tangannya (kekuasaannya). Jika tidak mampu, maka tegurlah dengan lisannya. Jika tidak mampu juga, maka tegurlah dengan hati. Namun, ini adalah keimanan paling lemah.
Text Back Links Exchange


<!-- nuffnang

Saturday, 20 October 2012

Jadilah seperti burung yang sihat
















BURUNG PATAH SAYAP ATAU SIHAT?


Diceritakan: Ibrahim bin Adham berjumpa dengan Syaqiq al-Balkha di Mekah.


Ibrahim bertanya,"Bagaimana mulanya sehingga kamu jadi demikian?". Syaqiq menjawab,"aku melalui sebuah padang pasir. Ku lihat seekor burung patah kedua sayapnya disitu. Maka aku berkata: Cuba lihat dimana dia mendapatkan rezki. Lalu aku memerhatikannya. Tiba-tiba ku lihat seekor burung membawa belalang pada paruhnya, menghampiri dan menyuap burung yang telah patah sayapnya itu. Maka aku berkata: Sesungguhnya Zat yang menentukan burung ini dan burung itu adalah kuasa memberiku rezeki di manapun aku berada. Maka aku tinggalkan bekerja dan aku menyibukkan diriku dengan beribadah."


Ibrahim berkata,"Mengapa engkau tidak ingin menjadi burung yang sihat yang memberi makan kepada burung yang cacat itu,sehingga lebih mulia daripadanya? Tidakkah engkau mendengar Rasulullah saw berdabda: 'Tangan yang diatas lebih baik daripada tangan yang dibawah'? Sepatutnya engkau tahu bahawa tanda seorang mukmin selalu mencari yang lebih tinggi di antara dua darjat dalam segala urusannya.Sehingga engkau mencapai makam orang-orang abrar."


Kemudian Syaqiq memegang tangan Ibrahim dan menciumnya seraya berkata," Adalah engkau guruku wahai Abu Ishaq."

(Imam Al-Ghazali,Penenang jiwa (Mukasyafah al-Qulub).

Text Back Links Exchange



Demi aurat tubuhmu hawa















"SANGGUP MATI DEMI MEMPERTAHANKAN AURAT "


Kisah Muslim & Yahudi di Pasar Bani Qainuqa' dari ’Abdullah bin Ja’far bin Al-Miswar meriwayatkan kisah tentang sebuah perjuangan menjaga maruah dan aurat Muslimah. Pada suatu hari, terdapat seorang perempuan Arab Muslimah pergi ke pasar Bani Qainuqa’ membawa barang jualannya, lalu duduk berdekatan dengan seorang tukang emas berbangsa Yahudi. Kemudian datang beberapa orang Yahudi mengepung dengan… tujuan mengganggu perempuan tersebut.

“bukalah penutup mukamu,” kata sekumpulan orang Yahudi tersebut.

Perempuan itu lantas mempertahankan maruahnya: “Tidak!”

Si tukang emas yang berada berdekatan dengan perempuan tersebut secara diam-diam memegang hujung kain perempuan itu, lalu disimpulkannya hingga ke bahagian belakang badannya ketika wanita Arab itu tidak menyedarinya . apabila perempuan itu bangun, maka terdedahlah auratnya. Apa lagi , orang Yahudi ketawa terbahak-bahak.

“Ha….ha….ha… padan muka kamu!”

Lantas perempuan itu menjerit: “Tolong….tolong!”

Tiba-tiba datang seorang lelaki Muslim yang menyerbu tukang emas tersebut, lalu membunuhnya. Orang Yahudi yang melihat kejadian itu segera bertindak balas dengan membunuh lelaki Muslim tersebut.

Keluarga lelaki Muslim itu mula menjerit memanggil orang Islam untuk bertemu orang Yahudi tersebut. Maka berlaku pergaduhan antara mereka dengan Bani Qainuqa’. (Ibn Ishaq, al-Sirah al-Nabawiyyah)

Adakah kini kita menghadapi situasi seperti yang dihadapi oleh wanita Arab Muslimah tersebut? Jawapannya, tidak. Malah sebaliknya wanita kini mendedahkan aurat atas dasar sukarela, “ikhlas” dari hati mereka.

Berdasarkan kisah di atas, wanita dan lelaki berperanan mempertahankan maruah (dalam konteks ini aurat). Wanita perlu memahami syariat, lantas menyambutnya dengan hati terbuka dalam bentuk amalan (praktikal).

Bagi lelaki pula,jangan sesekali menjadikan wanita sebagai objek pelaris dalam apa-apa sahaja promosi. Demikian juga peranan seorang suami, ayah, abang, termasuk juga lelaki secara umum, nasihatlah wanita yang berada di bawah jagaan mereka agar menitikberatkan penjagaan aurat sebaiknya.

Wallahua’lam..
Text Back Links Exchange



Bangkitlah Dari Keterpurukan


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg5Qbf12e4Z_wLylWLA6iBWAENX108DgCmS9NXljhocJJS0Thlr8xyFBo6ocI6yBs1FzRUU0qq-XswgmjjoGCQRl3VgnAtRu9IdZfKK3fM9B3Q-5y1vItgrfOUNCJh6D1i5JhANhL3avO0/s1600/bangkit.jpg 
















Bangkit Dari Keterpurukan

Bersuluk adalah melawan diri sendiri. Bersuluk adalah berjuang. Mujahadah, mujahadah, mujahadah. Bukan untuk mengejar kemenangan. Sebab menang atau kalah, adalah anugerah Tuhan. Berjuang menghadapi persoalan… berjuang menghadapi syahwat dan hawa nafsu yang tak mahu ditundukkan… berjuang menghadapi tarikan dunia dan tipuan syaitan.

Terus berjuang, jatuh bangun. Marah, menangis, ataupun murung. Bangkitlah, berdoa, berserah diri, dan hadapi… sampai Allah menurunkan anugerah-Nya. Jangan pikirkan menang atau kalah, berhasil atau gagal. Kita tidak tahu apa yang ada di depan, Allah menyimpannya. Sebagai hadiah.

Ketika Musa diperintahkan berjalan terkepung ke laut merah, apakah ia tahu lautan akan terbelah? Ketika Ibrahim diperintah menyembelih buah hatinya, apakah ia diberi tahu tentang seekor domba yang akan menggantikannya? Ketika Muhammad dan sekumpulan peternak, pedagang dan pengembara diperintahkan menghadapi seribu angkatan bersenjata quraisy yang terlatih, berkuda dan bersenjata lengkap, apakah ia diberi tahu tentang kemenangan?

Tidak! Sadarkah kau, sang jasad, bahwa sesungguhnya mereka bertempur melawan ketakutan mereka sendiri. Melawan ketidakyakinan mereka sendiri, pesimisme mereka sendiri. Rasa ketakbergantungan pada Allah lah yang mereka perangi. Sampai muncul jeritan yang paling dalam dari jiwa mereka, sebuah rasa yang murni, kesadaran bahwa mereka tidak bisa apapun, tidak mampu apapun, tidak memiliki kepastian apapun, selain sebuah kefakiran dan sebuah harapan akan pertolongan Tuhannya. Inilah buahnya: “rasa fakir yang teramat sangat jika sedang tidak bersama Tuhannya.”

 Q. S. [2] :155, diuji dengan sedikit ketakutan, kelaparan…. “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan.” Kekurangan harta, secara hakikat, juga berarti kehilangan keyakinan akan kemampuan diri, kehilangan atribut palsu yang biasa kita jadikan landasan rasa percaya diri palsu, kehilangan thaghut yang kita jadikan gantungan. Kehilangan status, kehilangan pangkat dan kekayaan semua.

Kekurangan jiwa, kehilangan kekasih, sahabat, teman dan keluarga. Kehilangan bahan bakar, ’semangat’ palsu yang biasa kita jadikan andalan dan sandaran: karena Dia-lah satu-satunya yang berhak dijadikan tempat bergantung dan berharap. Semua ini akan diganti-Nya dengan  yang lebih baik, yang menjadikan kita lebih mendekat kepada-Nya.

Kekurangan buah-buahan, kehilangan petunjuk, pengelihatan dan pemandangan spiritual. Kau, berhentilah berlaku seperti anak kecil, hanya bermain-main dan terpesona dengan keajaiban. Perjalanan ini bukan temasya. Ini sebuah hijrah. Maka teruslah melangkah. Jangan berhenti. Dengan ini semua kita dipilih-Nya, mana yang benar-benar mencari-Nya dan mana yang tidak. 3:154, 18:7, 33:11, 11:7, 67:2. Siapa yang benar-benar memerlukan-Nya, atau hanya perlu ketika susah saja…

“Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Dan Allah mengetahui apa yang ada dalam dadamu. Q. S. [3] : 154″ “

[-] Dan ketika tidak tetap lagi pengelihatan dan hatimu naik menyesak hingga ke tenggorokan, dan kamu berprasangka terhadap Allah dengan bermacam-macam prasangka.

[-] Di situlah Al-Mu’minuun diuji dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang sangat.

[-] … dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata, “Allah dan Rasulnya tidak menjanjikan pada kami melainkan tipu daya.” (Q. S. 33 : 10 - 12) “… Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (Q. S. 11 : 7) Tapi di belakang semuanya, ingatlah: “Tetapi, Allah-lah pelindungmu, dan Dia-lah sebaik-baik penolong.” (3:150)
Bersuluk, adalah melawan diri sendiri. Sebuah jihad akbar yang bahkan lebih berat dari perang Badar*. Sebuah jalan, yang jika kita gugur ketika menempuhnya, kematiannya bahkan lebih mulia daripada mati di medan perang. Lebih berat dari perang Badar: logically means kita —pasti— kalah. Ini adalah one way trip, perjalan sekali jalan. Only one-way ticket. Sebuah ekpedisi di mana seharusnya tidak ada lagi yang memikirkan perjalanan pulang. Sebuah perjalanan menuju kematian. There is no going back.

Kalau dengan logik, kita pasti kalah. Pasti. Kecuali jika Allah menolong. Berharaplah supaya Dia menolong… berperilakulah supaya Dia mahu menolong. Semoga benar bahawa Dia tidak berfikir dengan logik kita…

Tuhanku, pemahaman ini…. tak akan pernah cukup syukur hamba pada-Mu. Tak akan pernah....
Text Back Links Exchange



Nasihat agar tawaduk




















“Berhati-hatilah agar engkau jangan bersikap sombong atau tinggi hati (diri) di muka bumi. Biasakanlah bersikap rendah hati (tawaduk). Jika Allah mengangkat kata-katamu, maka tidak ada yang paling tinggi selain kebenaran.

Jika Dia menganugerahkan kepadamu ketinggian di dalam hati makhluk-Nya, maka hal itu kembali kepada-Nya. Kerendahan hati, kehinaan (dzillah) dan ketidakberdayaan melekat pada dirimu, kerana engkau berasal dari tanah. Jangan merasa lebih tinggi dari tanah, kerana tanah adalah ibumu. Barangsiapa berlaku sombong kepada ibunya, maka ia telah mendurhakainya.”


“Hendaknya engkau menjaga ucapanmu sebagaimana engkau menjaga perbuatanmu. Ucapanmu termasuk dalam perbuatanmu. Kerana itu dikatakan, “Barangsiapa menghitung ucapannya sebagai termasuk dalam perbuatannya, maka ia akan mengurangi ucapannya.” Ketahuilah bahawa Allah menjaga ucapan hamba-hamba-Nya kerana Allah hadir pada lisan setiap orang yang berbicara. Allah tidak mencegahmu daripada mengucapkannya. Akan tetapi engkau jangan mengucapkannya jika memang engkau tidak meyakininya, kerana Allah akan menanyaimu tentang itu.”


Nasihat Seorang Abdullah
Text Back Links Exchange


Tuesday, 16 October 2012

ISTIQOMAH











Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh



Firman Allah SWt. dalam surah(As-Sajadah: 3o, 31 , 32 )

'' Bahwasanya orang orang yang berkata,'' Kami bertuhankan Allah,'' lalu berlaku lurus dalam amalnya (berpendirian kokoh) pasti malaikat pun turun kepada mereka seraya berseru,'' janganlah merasa takut ataupun sedih,'' sebaliknya bergiranglah dengan sorga yang telah di janjikan untukmu,''kamilah para walimu di dunia dan di akhirat,'' dan untukmu di surga apa-apa yang di senangi oleh nafsumu, dan segala apa yang kau minta,'' sebagai rizkimu dari Allah yang maha pengampun lagi maha penyayang,''
 



Bertuhankan (ALLAH SWt) maksudnya mengakui bahwa Allah-lah sebagai tuhannya, dan menetapkan ( wahdaniah-nya) bahwa Allah maha Esa, dan berpendirian kukuh atau berlaku lurus dalam amalnya, di sebut istiqomah menurut istilah( Al-Qur an)

Menurut riwayat dari para Khalifat terkemuka makna istiqomah yaitu: berpendirian kokoh pada iman, di sertai amal shaleh secara ikhlas, dan melaksanakan segala perintah wajib/ kefardluan,''

Dari Abu Thalhah ra, katanya,'' aku masuk kepada Nabi SAW, ku lihat beliau gembira dan raut wajahnya berseri melebihi sebelumnya, bahkan ketika aku tanyakan tentang keadaanya yang penuh gembira itu,'' beliau pun menjawab,'' siapa yang tak gembira,'' padahal malaikat jibril baru saja keluar,'' sahutnya'' Sungguh Allah SWt, telah menyuruhku supanya menyampaikan kabar gembira kepadamu yaitu,''

''Tiada seseorang dari Umatmu bershalawat kepadamu,'' kecuali Allah dan para Malaikatnya bershalawat kepadanya,'' 10 x shalawat,''

kemudian Abu Bakar ra, berikrar tegas :

''Tuhan kami hanyalah Allah Yang Esa, tiada serikat baginya, dan Nabi (Muhammad Saw) adalah hamba dan Rasulnya, beliau berada di jalan Yang benar dan lurus,

Bahwanya orang orang Yg telah berikrar pada keesaan Allah, dan menyepikan syirik darinya, melenyapkan pandangan sesat( mengira tuhan berbilang lebih dari satu, berkawan ataupun beranak, kemudian menegakan kewajiban taat beribadah secara ikhlas kepada-nya dalam memeluk agama islam sesempurnanya sampai ajal menghampiri,(meninggal dunia)

di lihat dari segi tingkatan istiqomah ada 2 macam yaitu:

1. istiqomatul Awam/ istiqomah yang umumnya di lakukan, pada lahirnya taat menjalankan segala perintah 
    Allah SWt, dan menjauhi segala laranganya, sedang batinya beriman dan membenarkan.

2. istiqomatul Khawash/ pada lahirnya menyepikan, mengosongkan diri dari urusan-urusan dunia, dan 
    mengesampingkan macam-macam hiasanya, serta mengekang syahwatnya, membatasi diri dari keiginan 
    yang bersifat duniawi,'' sedang batinya, memadukan diri pada kenikmatan sorga, rindu bertemu kepada 
    Allah yang maha pemurah,

Abu Bakar ra, ketika di tanya tentang,'' Istiqomah, jawabnya,'' Hendaklah tidak menyekutukan Allah dengan suatu apapun,''

Wallahua'lam bhis showab''

Semoga bermanfaat


Salam Santun Wa Erat Silaturakhmi & Ukhuwah fillah

 
Text Back Links Exchange






Berikanlah Kemaafan









Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu..



HENDAKLAH ENGKAU MEMBERI MAAF


Photo: ★★Bismillaahir Rahmaanir Rahiim★★
 
★★Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh★★
 
★★HENDAKLAH ENGKAU MEMBERI MAAF★★
 
※mutiara Akhir Kalam※
 
★Maaf adalah menggugurkan hak dan melepaskannya dari orang yang menuntut hak tersebut
 
★memberi maaf terjadi apabila seseorang tidak membalas dendam terhadap orang lain,walaupun secara dasarnya ia mampu 
 
★″Hendaklah engkau memberi maaf dan menyuruh mengerjakan yang baik dan berpalinglah dari orang-orang yang jahil.″(Al-Araf:199)
 
★Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sama sekali tidak pernah membalas dendam terhadap orang lain. 
Baginda senantiasa memberi maaf kepada siapa saja yang menganiayanya baginda,selagi ia tidak di haramkan oleh Allah
 
★Dari ummul mukminin Aisyah RA yang mafhumnya:

″Sekali-kali tidak pernah aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membela diri dari kezaliman yang dilakukan oleh orang ke atas diri baginda,selagi ianya tidak melanggar apa-apa yang di haramkan oleh Allah
Apabila melanggar sesuatu yang dilarang oleh Allah,niscaya Rasulullah marah pada yang demikian 
Rasulullah tiada memilih di antara 2 perkara ,melainkan baginda memilih yang lebih mudah di antara kedua perkara tersebut,selagi ianya tidak mendatangkan dosa(HR at-Tarmizi)
 
★seseorang yang mau memaafkan kesalahan atau kezaliman orang lain terhadap dirinya merupakan suatu sifat yang di kasihi oleh Allah SWT 
″.....dan hendaklah mereka suka memaafkan dan berlapang dada ,tiadakah kamu suka (jika )Allah akan memberi keampunan kepada kamu? Allah adalah Maha pengampun dan Maha Penyayang.″(An-Nur:22)
 
★memberi maaf adalah sesuatu yang mudah untuk dilaksanakan secara lisan,tetapi agak sukar untuk di laksanakan dari hati
 
★kita sepatutnya mampu memberi maaf bukan sekedar terucap di bibir tetapi hati juga sama-sama memberi maaf .maaf dari dalam hati bisa hadir jika kita ikhlas dalam memberi kemaafan 
 
★sesungguhnya suka memberi maaf adalah salah satu faktor yang membentuk diri seseorang menjadi insan yang bertaqwa ″Dan kalau kamu memaafkan maka maaf itu lebih dekat dengan taqwa(Al -Baqarah 237) 
 
Semoga bermanfaat
 
AAMIIN YA RABBAL 'ALAMIIN
 
★mohon maaf bila ada kekurangan atau ada kata yang tak berkenan di hati★
 
★Silahkan saudara/i di share/tag tidak usah minta izin lagi ,di persilahkan ambil di dalam Album juga semua untuk bersama★ 
 
Jazakumullahu khairan katsiran wa Barakallahu fikum 
 
¤¤¤¤★☆~●~SALAM SANTUN BERBALUT SENYUM WA UKHUWAH ISLAMIYAH ¤¤¤¤★☆~●~(^_^) 
★★★★★★★★★★
Maaf adalah menggugurkan hak dan melepaskannya dari orang yang menuntut hak tersebut.

Memberi maaf terjadi apabila seseorang tidak membalas dendam terhadap orang lain,walaupun secara dasarnya ia mampu

″Hendaklah engkau memberi maaf dan menyuruh mengerjakan yang baik dan berpalinglah dari orang-orang yang jahil.″(Al-Araf:199).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sama sekali tidak pernah membalas dendam terhadap orang lain.
Baginda senantiasa memberi maaf kepada siapa saja yang menganiayanya baginda,selagi ia tidak di haramkan oleh Allah s.w.t.


Dari ummul mukminin Aisyah RA yang mafhumnya:

″Sekali-kali tidak pernah aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membela diri dari kezaliman yang dilakukan oleh orang ke atas diri baginda,selagi ianya tidak melanggar apa-apa yang di haramkan oleh Allah
Apabila melanggar sesuatu yang dilarang oleh Allah,niscaya Rasulullah marah pada yang demikian
Rasulullah tiada memilih di antara 2 perkara ,melainkan baginda memilih yang lebih mudah di antara kedua perkara tersebut,selagi ianya tidak mendatangkan dosa(HR at-Tarmizi).

Seseorang yang mahu memaafkan kesalahan atau kezaliman orang lain terhadap dirinya merupakan suatu sifat yang di kasihi oleh Allah SWT
″.....dan hendaklah mereka suka memaafkan dan berlapang dada ,tiadakah kamu suka (jika )Allah akan memberi keampunan kepada kamu? Allah adalah Maha pengampun dan Maha Penyayang.″(An-Nur:22).

Memberi maaf adalah sesuatu yang mudah untuk dilaksanakan secara lisan,tetapi agak sukar untuk di laksanakan dari hati.

Kita sepatutnya mampu memberi maaf bukan sekedar terucap di bibir tetapi hati juga sama-sama memberi maaf .Maaf dari dalam hati bisa hadir jika kita ikhlas dalam memberi kemaafan.

Sesungguhnya suka memberi maaf adalah salah satu faktor yang membentuk diri seseorang menjadi insan yang bertaqwa ″Dan kalau kamu memaafkan maka maaf itu lebih dekat dengan taqwa(Al -Baqarah 237)

Semoga bermanfaat

AAMIIN YA RABBAL 'ALAMIIN

Mohon maaf bila ada kekurangan atau ada kata yang tak berkenan di hati.


Jazakumullahu khairan katsiran wa Barakallahu fiikum.
 




Adakah bid'ah bagimu?


Photo: Pesanan seorang ‘Ariff Billah

Barangsiapa yang mengada-adakan teori tentang agamanya,
berarti ia sedang menyimpang dari Jalan Tuhan dan Keselamatan. 
Seorang bid’ah!
Wahai, berjalanlah menuju Sang Hukum!
 Jangan membangkang.
Semua jalan di luar itu terlarang bagimu.
 Tinggalkanlah semua larangan.
Setiap larangan merupakan hal sampah yang akan mengotori maqom dan ahwalmu.
Wahai, para Pejalan, kata-kata Tuhan dan para utusan-Nya bukanlah untuk didiskusikan;
bukanlah sekedar kata!
Karena itu, Ad-Diin kanlah Kata-kata itu!







Pesanan
seorang ‘Ariff Billah




Barangsiapa yang mengada-adakan teori tentang agamanya, berarti ia sedang menyimpang dari Jalan Tuhan dan Keselamatan.

Seorang bid’ah! Wahai, berjalanlah menuju Sang Hukum! Jangan membangkang.

Semua jalan di luar itu terlarang bagimu. Tinggalkanlah semua larangan. Setiap larangan merupakan hal sampah yang akan mengotori maqom dan ahwalmu. Wahai, para Pejalan, kata-kata Tuhan dan para utusan-Nya bukanlah untuk didiskusikan; bukanlah sekadar kata! Karana itu, Ad-Diin kanlah Kata-kata itu!






Kenapa perlu ada rasa sakit?


 Photo: Pesanan seorang ‘Ariff Billah

Rasa sakit akan timbul ketika dengan sadar
diri dicermati: rasa sakit itulah yang akan
mengeluarkan seseorang dari hijab bangga-diri.
Tanpa sang ibu dikuasai rasa-sakit yang sangat,
ketika melahirkan, bayi tidak akan menemukan
jalan lahir.
Amanah dari Sang Pencipta tersimpan dalam qalb; [1]
qalb lah yang mengandungnya: sementara nasehat
dari para nabi dan rasul itu bagaikan bidan.

Bisa saja bidan membujuk sang ibu bahwa sakit
melahirkan itu tidak seberapa; tapi rasa sakit
itu tetap perlu. Sakit itulah yang memberi
jalan kelahiran bagi sang bayi.

Catatan:
[1] (QS [33]: 72), “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan
al-amanah kepada lelangit, bumi dan gunung-gunung, maka
semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka
khawatir (akan mengkhianatinya), dan dipikullah amanat
itu oleh al-insan.
Befirman Allah Ta’ala dalam sebuah Hadits Qudsi:
“Tak memuat-Ku bumi-Ku dan langit-Ku. Yang dapat
memuat-Ku adalah qalb abdi-Ku yang al-Mukmin yang
lunak dan tenang” (Al-Ghazali, “Keajaiban Hati,” hal 39).
Ibu hamil adalah aspek bayangan fenomenal dari hal esensial
bahwa qalb setiap insan itu “hamil:” mengandung suatu amanah
agung yang telah diperjanjikan (QS [7]: 172).








 Pesanan seorang ‘Ariff Billah



Rasa sakit akan timbul ketika dengan sadar diri dicermati: rasa sakit itulah yang akan mengeluarkan seseorang dari hijab bangga-diri. Tanpa sang ibu dikuasai rasa-sakit yang sangat, ketika melahirkan, bayi tidak akan menemukan jalan lahir.
Amanah dari Sang Pencipta tersimpan dalam qalb; [1] qalb lah yang mengandungnya: sementara nasehat dari para nabi dan rasul itu bagaikan bidan.

Boleh saja bidan membujuk sang ibu bahawa sakit melahirkan itu tidak seberapa; tapi rasa sakit itu tetap perlu. Sakit itulah yang memberi jalan kelahiran bagi sang bayi.


Catatan: [1] (QS [33]: 72), “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan al-amanah kepada lelangit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir (akan mengkhianatinya), dan dipikullah amanat itu oleh al-insan. Befirman Allah Ta’ala dalam sebuah Hadits Qudsi: “Tak memuat-Ku bumi-Ku dan langit-Ku. Yang dapat memuat-Ku adalah qalb abdi-Ku yang al-Mukmin yang lunak dan tenang” (Al-Ghazali, “Keajaiban Hati,” hal 39). Ibu hamil adalah aspek bayangan fenomenal dari hal esensial bahwa qalb setiap insan itu “hamil:” mengandung suatu amanah agung yang telah diperjanjikan (QS [7]: 172).





mampukah menangis?

Photo: Imam Abu Bakr Ash Shiddiq ra. Berkata, ”Barangsiapa mampu menangis, menangislah!. Dan yang tidak mampu, berusahalah menangis!”.

Setiap malam, seorang putri tetangga Manshur ibn Al-Mutamar ra selalu melihat Manshur berdiri di atap rumahnya. Hanya saja, si puteri tetangga ini mengira Manshur sebagai tiang, kerana Manshur selalu lama berdiri tegak disana. Saat Manshur wafat, si puteri tetangga bertanya kepada keluarga Manshur, ”Kemana tiang yang setiap malam ku lihat berdiri tegak di atap rumah kalian?”. Mereka menjawab, ”ia telah menghadap Tuhannya Yang MahaTinggi nan MahaAgung.” Si putri tetangga bertanya heran,. ”Bagaimana boleh berlaku seperti itu?.” Mereka menjawab, ”Sebenarnya, di atap rumah kami tidak ada tiang. Yang setiap malam engkau lihat berdiri tegak di sana adalah Manshur.” Setiap kali menceritakan kisah ini, Imam Ahmad ibn Hanbal ra selalu menangis hingga janggutnya basah.

Kitab Asal: Tanbih Al-Mughtarrin
Oleh: Syaikh Abdul Wahhab Asy-Syarani ra





Imam Abu Bakr Ash Shiddiq ra. Berkata, ”Barangsiapa mampu menangis, menangislah!. Dan yang tidak mampu, berusahalah menangis!”.



Setiap malam, seorang putri tetangga Manshur ibn Al-Mutamar ra selalu melihat Manshur berdiri di atap rumahnya. Hanya saja, si puteri tetangga ini mengira Manshur sebagai tiang, kerana Manshur selalu lama berdiri tegak disana. Saat Manshur wafat, si puteri tetangga bertanya kepada keluarga Manshur, ”Kemana tiang yang setiap malam ku lihat berdiri tegak di atap rumah kalian?”. Mereka menjawab, ”ia telah menghadap Tuhannya Yang MahaTinggi nan MahaAgung.” Si putri tetangga bertanya heran,. ”Bagaimana boleh berlaku seperti itu?.” Mereka menjawab, ”Sebenarnya, di atap rumah kami tidak ada tiang. Yang setiap malam engkau lihat berdiri tegak di sana adalah Manshur.” Setiap kali menceritakan kisah ini, Imam Ahmad ibn Hanbal ra selalu menangis hingga janggutnya basah.

Kitab Asal: Tanbih Al-Mughtarrin Oleh: Syaikh Abdul Wahhab Asy-Syarani ra



Monday, 15 October 2012

Golongan Yang Selamat Dalam Islam: Golongan Mana?


 







Oleh Imam Suhadi, Yayasan Paramartha.












GOLONGAN YANG SELAMAT DALAM AL-QUR’AN

Orang sekarang ini dengan mudah mengklaim golongan dan jamaahnya sebagai golongan dan jamaah yang selamat. Selain pengikut jamaahnya adalah sesat dan tidak selamat. Karena hal ini, banyak orang yang “kebingungan dalam beragama”, dan sangat mungkin akan timbul pertanyaan dalam diri kita: “Siapakah seseungguhnya golongan yang selamat itu?”

Dalam Surat al Fathihah, Allah Ta’ala menjelaskan bahwa manusia terbagi atas tiga golongan saja, yaitu:

1. Golongan yang berada di Shiraath al Mustaqiim.
2. Golongan yang Dimurkai.
3. Golongan yang Sesat.

Mengacu kepada ayat tersebut sesungguhnya sangat jelas sekali, bahwa golongan yang selamat adalah mereka yang berada di Shiraath al Mustaqiim. Mereka adalah orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah Ta’ala, yang dijelaskan dalam (QS 4:69), bahwa:
“Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: An-Nabiyyin, Ash-Shiddiiqiin, Asy-Syuhadaa (QS 57:19) dan Ash-Shalihiin (QS 19:9). Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (QS. 4:69)”
Tapi pertanyaannya, di masa ini, kelompok yang manakah yang sedang berada di atas Shirat Al-Mustaqiim itu? Kita akan membahas ini di akhir artikel.

SHIRATH AL-MUSTAQIIM

Banyak orang menganggap bahwa Shiraath Al-Mustaqiim ini ‘abstrak’ dan hanya akan dapat ditemui di akhirat. Dalam Al Qur’an Shiraath Al Mustaqiim dijelaskan sebagai:

1. Ad-Diin (Agama) yang tegak

Ketika seorang beragama, dan dalam pelaksanaan agamanya ia belum berada di atas Shirath Al Mustaqiim, sesungguhnya agamanya itu belum tegak (hakiki).
“Dan apabila ia telah berada di atas Shirath Al Mustaqiim, maka sesungguhnya diin dalam dirinya telah tegak.” (QS 6:161)
Shiraath akar katanya berarti tertelan (menurut Quraish Shihaab), Al Mustaqiim berarti adalah orang yang berada dalam keadaan istiqamah (mantap/konsisten). Artinya, orang yang berada di Shiraath Al Mustaqiim, adalah orang yang telah tertelan dalam keistiqamahan kepada jalan Allah. Tidak akan lagi bergeser kepada kekufuran.
Orang yang berada di atas Shirath Al Mustaqiim dijaga oleh Allah Ta’ala dari mengarah kepada kesalahan, dimana penjagaannya bagaikan dipegangnya ubun-ubun binatang melata. (lihat Q.S 11:56). Dan sesungguhnya Allah Ta’ala yang menjaga Shiraath Al Mustaqiim (lihat Q.S 15:41).

2. Jalan Orang yang Diberi Nikmat

Karena orang-orang yang berada di atas Shirath Al Mustaqiim, dijaga oleh Allah Ta’ala dari kesalahan, maka mereka inilah orang-orang yang diberi nikmat. (Q.S 1:7)
Untuk itu nikmat disini bukanlah sekedar nimat kesehatan, nikmat harta benda, dsb. Tetapi jauh lebih besar dari itu, adalah nikmat dijaga oleh Allah Ta’ala dari segala kesalahan dan hidup bersama Allah Ta’ala, karena Allah Ta’ala pun berada di atas Shiraath Al Mustaqiim (Q.S 11:56).

3. ‘Jalan’ Allah

Orang yang selamat hanyalah mereka yang berada di atas Shiraath al Mustaqiim. Shiraath al Mustaqiim inilah sesungguhnya merupakan ‘jalan’ Allah.
Ibnu Mas’ud meriwayatkan, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam membuat garis dengan tangannya lalu bersabda, ‘Ini Shiraath al Mustaqiim’. Lalu beliau membuat garis-garis di kanan kirinya, kemudian bersabda, ‘Ini adalah jalan-jalan yang sesat tak satupun dari jalan-jalan ini kecuali di dalamnya terdapat setan yang menyeru kepadanya. Selanjutnya beliau membaca firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, ‘Dan bahwa ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan oleh Allah kepadamu agar kamu bertakwa.’ (QS [6] : 153)” (Hadits shahih riwayat Ahmad dan Nasa’i)

MENUJU SHIRATH AL-MUSTAQIIM

Untuk menuju Shiraath al Mustaqiim, Allah Ta’ala telah dengan jelas menginformasikan kepada kita tentang prosesnya di al Qur’an. Media Allah Ta’ala membimbing seorang manusia menuju Shiraath Al Mustaqiim adalah dengan petunjuk-Nya.

Petunjuk Allah Ta’ala ada 2 (dua) jenis: (1) Petunjuk Umum dan (2) Petunjuk Khusus.
Petunjuk Umum, adalah Al Qur’an yang merupakan petunjuk untuk seluruh manusia. Sedangkan Petunjuk Khusus, adalah petunjuk yang Allah Ta’ala turunkan kepada manusia secara individual, orang perseorangan langsung ke dalam qalbunya.

Petunjuk khusus ini akan Allah Ta’ala turunkan apabila seorang manusia menjalankan substansi nilai-nilai yang dipandu dalam Petunjuk Umum. Tahapan-tahapan ini dijelaskan dalam ayat berikut:
“Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke Subulussalam, (jalan-jalan keselamatan) dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke Shiraath al Mustaqiim.” (Q.S. 5:16)

Sayangnya kebanyakan manusia –karena ia tidak merasakannya- memungkiri bahwa sesungguhnya manusia dapat menerima petunjuk langsung dari Allah Ta’ala melalui qalb-nya. Mereka menganggap bahwa yang bisa menerima petunjuk langsung dari Allah Ta’ala hanyalah para Nabi, dan hal itu telah tertutup dengan khatamnya para Nabi. Padahal ayat-ayatnya sudah demikian jelas di al Qur’an.
“Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk langsung kepada qalbunya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q. S. 64:11)

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shaleh, mereka diberi petunjuk oleh Rabb mereka karena keimanannya.”(Q.S. 10:9)

Dan sesungguhnya apabila kita tidak termasuk dalam golongan yang mendapat petunjuk Allah kepada Shiraath al Mustaqiim, niscaya kita hanya akan termasuk ke dalam golongan yang sesat.
“Sesungguhnya jika Rabbku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.” (Q.S. 6:77)

Untuk terpimpin kepada Shiraath Al Mustaqiim, syaratnya adalah mampu mendapat petunjuk langsung dari Allah ta’ala, dan syarat untuk mendapat petunjuk langsung itu adalah iman.
Namun iman yang bagaimana? Apakah iman yang sekedar definisi-definisi dan dalil-dalil? Jawabannya adalah “Bukan!”.
Iman yang menjadi syarat seorang mendapat petunjuk dari Allah Ta’ala, adalah iman yang berupa cahaya (nur iman), yang Allah Ta’ala anugerahkan kepada manusia sebagai rahmat (pertolongan)-Nya untuk mensucikan qalb-nya.
“Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman).” (Q.S. 2:257)

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu cahaya, yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan dan Dia mengampuni kami. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. 57:28)

Dan bagaimana sesungguhnya untuk mendapatkan cahaya iman tersebut? Allah berkata, syaratnya adalah Islam.
“Orang-orang Arab itu berkata: “Kami telah beriman”. Katakanlah (kepada mereka):” Kamu belum beriman, tetapi katakanlah ‘kami islam’, karena iman itu belum masuk ke dalam qalbumu.” (Q.S. 49:14)
Dari ayat di atas, dapat kita cermati bahwa mereka yang ber-islam tidak serta merta langsung menjadi beriman. Mereka yang Islam bisa jadi belum beriman, karena Islam dan Iman merupakan dua tahap yang berkelanjutan/sekuensial.

“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah qalb-nya (untuk) ber-Islam lalu ia mendapat cahaya dari Rabbnya (sama dengan orang yang membatu hatinya)?” (QS. 39:22)

Namun Islam, bukanlah sekedar “formal Islam”- nya, tetapi lebih dalam dari itu adalah menjalankan substansinya, yaitu: penyerahan diri kepada Allah. (Catatan: Islam secara dasar kata berarti berserah diri). Dan inilah sesungguuhnya substansi dasar ajaran Ilahiyah yang termaktub dalam al Qur’an.

PESAN UTAMA AJARAN ILAHIYYAH

Allah Ta’ala mengutus setiap utusannya, sejak zaman Adam as sampai Nabi Muhammad SAW, adalah untuk menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah Ta’ala. Lihatlah ayat-ayat Al Qur’an berikut ini:

Nuh A.S
“Jika kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta upah sedikitpun daripadamu. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka, dan aku (Nuh A.S) disuruh supaya aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri (kepada-Nya)”. (Q.S. 10:72).

Ibrahim A.S
“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik”. (Q.S. 3:67).

Musa A.S
“Berkata Musa: “Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertawakallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri“. (Q.S. 10:84).

Ya’qub A.S
“Dan Ya’qub berkata:”Hai anak-anakku janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlain-lain; namun demikian aku tiada dapat melepaskan kamu barang sedikitpun daripada (takdir) Allah. Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah; kepada-Nyalah aku bertawakal dan hendaklah kepada-Nya saja orang-orang yang bertawakal berserah diri“. (Q.S. 12:67).

Sulaiman A.S
“Berkatalah Balqis:”Ya Rabbku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Rabb semesta alam”. (Q.S. 27:44).

Isa A.S
“Aku (Isa A.S) tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku yaitu:”Sembahlah Allah, Rabbku dan Rabbmu”, dan adalah aku menjadi saksi (syahiidan) terhadap mereka”. (Q.S.5 :117).
“Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka berkatalah dia:”Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk Allah” Para hawariyyin menjawab:”Kamilah penolong-penolong Allah. Kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri.” (Q.S. 3:52).

Muhammad SAW
“Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu baginya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku (Muhammad SAW)adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. (Q.S. 6:162-163)
“Katakanlah: “Sesungguhnya aku diperintah supaya aku menjadi orang yang pertama kali menyerah diri (kepada Allah)”. (Q.S. 6:14)

Penyerahan diri kepada Allah dengan sepenuh hati dimana seluruh aspek kehidupan diperuntukkan untuk Allah (yang mempunyai 99 asma) semata, merupakan pesan utama ajaran ilahiyah. Sehingga disampaikan oleh para utusan- Nya setiap zaman.

Berserah Diri dengan tulus ikhlas dalam setiap aspek adalah kondisi dimana seseorang bersedia diatur sepenuhnya oleh Allah (menjadi budak Allah Ta’ala), tidak mengatur dirinya sendiri dengan hawa nafsu dan syahwatnya. Ajaran (Ad- Diin) yang dibawa oleh Muhammad SAW adalah Ad-Diin Berserah Diri kepada Allah Ta’ala untuk itulah dinamakan Ad-Diin Al Islam. Ikhlas menyerahkan diri kepada Allah dan muhsin, itulah Ad-Diin yang paling baik.
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.” (Q.S. 4:125)

Berserah Diri kepada Allah Ta’ala dan muhsin, maka ia telah berpegang teguh kepada Allah Ta’ala.
“Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh.Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan.” (Q.S. 31:22)

Keberserahan diri kepada Allah Ta’ala ditopang oleh empat sendi utama, yaitu: Sabar, Syukur, Tawakal dan Ikhlas. Bagaimana mungkin seorang akan menjadi seorang muslim yang utuh, apabila qalbunya tiada pernah bersabar atas segala masalah hidupnya? Selalu mengeluh dan tiada pernah bersyukur terhadap segala hal yang Allah berikan kepadanya?

GOLONGAN YANG SELAMAT MENURUT HADITS RASULULLAH

Dari Sahabat Abdullah bin Amr bin Ash r.a :
“Telah bersabda Rasulullah SAW : ” Sungguh-sungguh akan datang atas umatku sebagaimana yang telah datang pada Bani Israil, sebagaimana sepasang sandal yang sama ukurannya, sehingga kalau dulunya pernah ada di kalangan Bani Israil orang yang menzinai ibunya terang-terangan niscaya akan ada diumatku ini yang melakukan demikian. Dan sesungguhnya Bani Israil telah terpecah menjadi 72 golongan dan umatku akan terpecah menjadi 73 golongan. Semua mereka bakal masuk neraka kecuali satu golongan yang selamat. Para shahabat bertanya: “Siapakah mereka yang selamat itu ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab: ” yaitu golongan yang mengikuti Aku ada padanya pada hari ini dan yang mengikuti para Sahabatku.”
Hadits ini diriwayatkan lengkap oleh Tirmidzi, diterangkan pula oleh Hakim juz yang pertama, Ibnu Wadhoh, Imam Al-Azurri dalam kitabnya As- Syari’ah, Ibnu Nasr Al-Marwaji dalam kitabnya As- Sunnah Al-Laalikai, Abdul Qahir Al-Baghdadi dalam kitabnya Al-Faruq bainal Firaq) Hadits ini dikatakan oleh Tirmidzi HASAN GHARIB, Hadits ini dihasankan oleh Tirmidzi bukan karena secara sanad shahih, tetapi menghasankan karena Syawahidnya yang banyak. Hadits ini HASAN.
Dari Sahabat Abu Hurairah r.a : “Yahudi telah berpecah menjadi 71 golongan, dan Nasrani telah berpecah menjadi 72 golongan, dan akan berpecah umatku menjadi 73 golongan.” (Abu Daud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Al-Azzuri, Hakim, Ahmad, Abu Ya’la, Ibnu Abi Asim)
Dan Tirmidzi berkata hadits ini HASAN SHAHIH. Hakim berkata SOHIHUN ala Shahih Muslim dan disetujui oleh Ad-Dzahabi.

Dari Sahabat Auf Bin Malik r.a : “Yahudi berpecah menjadi 71 golongan, 1 masuk sorga dan 70 masuk neraka. Dan Nasrani berpecah menjadi 72 golongan, 71 masuk neraka dan 1 masuk sorga, Dan demi yang diri Muhammad ada ditangan-Nya, sesungguhnya umatku sungguh-sungguh akan berpecah menjadi 73 golongan, 1 di sorga dan 72 di neraka; kemudian sahabat bertanya: ‘Ya Rasulullah, siapa mereka yang selalu satu itu yang masuk dalam surga (Wahidatun Fil Jannah)?, dijawab oleh Nabi SAW, yaitu ‘Al-Jama’ah‘” (Ibnu Majah, Ibnu Abi Asim dalam As-Sunnah, Imam Al-Laalikai)

Hadits ini di SHAHIH-kan oleh para ulama.
“Aku wasiatkan padamu agar engkau bertakwa kepada Allah, patuh dan ta’at, sekalipun yang memerintahmu seorang budak Habsyi. Sebab barangsiapa hidup (lama) di antara kamu tentu akan menyaksikan perselisihan yang banyak. Karena itu berpengang teguhlah pada sunnahku dan sunnah khulafa’ur rasyidin yang (mereka itu) mendapat petunjuk. Pegang teguhlah ia sekuat-kuatnya. Dan hati-hatilah terhadap setiap perkara yang diada-adakan, karena semua perkara yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah sesat (dan setiap yang sesat adalah tempatnya di dalam Neraka).” (H. R. Nasa’i dan At-Tirmidzi, ia berkata hadits ini hasan shahih).
Dalam hadits yang lain Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari ahli kitab telah berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan. Dan sesungguhnya agama ini (Islam) akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, tujuh puluh dua golongan tempatnya di dalam Neraka dan satu golongan di dalam Surga, yaitu Al-Jama’ah.” (HR. Ahmad dan yang lainya. Al-Hafidz menggolongkannya hadits hasan)

Dalam riwayat lain disebutkan,
“Semua golongan tersebut tempatnya di Neraka, kecuali satu (yaitu) yang aku dan para shahabatku meniti di atasnya.” (HR. Ahmad dan yang lainya. dan dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ 5219).
Dari keterangan diatas, pola apa yang terlihat? Di masa yahudi, dari 71 golongan, 70 tidak selamat dan 1 selamat. Pada masa berikutnya, Nasrani, dari 72 golongan, 71 tidak selamat dan 1 selamat. Pada masa selanjutnya, dari umat Rasul SAW terbagi menjadi 73 golongan, 72 tidak selamat dan 1 selamat. Lihatlah, betapa di setiap pergantian ajaran kenabian selalu bertambah satu golongan yang tidak selamat, sedangkan yang selamat tetap satu saja.

Sesungguhnya satu golongan yang selamat sejak dulu Yahudi, Nasrani dan Umat Muhammad SAW adalah sama. Tidak berubah. Merekalah orang-orang yang mendapat petunjuk Allah langsung ke Qalbu, sehingga terpimpin ke Shiraath Al Mustaqiim.

Kenapa setiap pergantian ajaran Nabi bertambah satu golongan? Karena satu golongan itu adalah golongan yang hanya menjadi merasa bangga dengan formal golongannya, tetapi substansi ajaran agama Ilahi dilupakannya atau tidak dikenalnya.

Satu golongan yang selamat adalah Al Jamaah, merekalah yang Rasulullah SAW dan sahabat berada di atasnya. Secara eksplisit dalam Al Qur’an dikatakan merekalah orang yang berada di atas Shiraath Al Mustaqiim, siapapun ia dan darimana pun asal (nama) jamaahnya.

Yang selamat bukanlah nama sebuah jamaah, apakah tasawuf, tarekat A, tarekat B, Syiah, Sunni, Ikhwan al Muslimin, Hizbut Tahrir, Salafy, Muhammadiyah, NU, atau apapun namanya. Siapapun orangnya, apakah berasal dari Tasawuf, tarekat A, tarekat B, Syiah, Sunni, Ikhwan al Muslimin, Hizbut Tahrir, Salafy, Muhammadiyah, NU dan sebagainya. Kalaulah ia mendapat petunjuk langsung dari Allah dan terpimpin ke Shirath Al Mustaqiim, maka dia termasuk dalam Al Jamaah.


Karakter mereka sejak zaman Adam, Yakub, Musa, Isa, Muhammad saw adalah sama. Merekalah yang mencintai Allah lebih dari dunia. Merekalah orang-orang yang mampu menggembalakan hawa nafsu dan syahwatnya (bahkan mampu menggembalakan hawa nafsu dan syahwat dirinya dalam ber-’agama’).
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabbnya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya. maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya)”. (Q.S. 79:40-41)
Merekalah orang mati dalam keadaan berserah diri, al muslimuun).

“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’kub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan berserah diri (kepada Allah)”. (Q.S. 2:132)

“Katakanlah: “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub, dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, ‘Isa dan para nabi dari Rabb mereka. Kami tidak membedabedakan seorangpun di antara mereka dan hanya kepada- Nya-lah kami menyerahkan diri“. (Q.S. 3:84)